Surabaya, CNN Indonesia —
Lembaga Peradilan Negeri (PN) Surabaya mengaku siap bila tiga hakimnya yang Menyajikan vonis bebas untuk Gregorius Ronald Tannur (31), diperiksa Komisi Yudisial
(KY) atau Badan Pengawas di MA.
Tiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul. Mereka membebaskan dan menganggap Ronald tak terbukti bersalah dalam kasus penganiayaan atau pembunuhan seorang perempuan bernama Dini Sera Afriyanti (29).
Humas PN Surabaya Alex Madan mengatakan tiga hakim yang menangani perkara Ronald ini Sebelumnya Jelas siap bila diperiksa oleh KY. Sekalipun Sampai saat ini Di waktu ini belum menerima panggilan secara resmi.
“Ya iya [siap diperiksa]. Kalau misalkan objeknya mana kami belum ngerti, ini kan baru wacana-wacana, siapa aja yang nanti dimintai keterangan atau yang diperiksa, sebagai insan dari MA ya [siap] bersidang [etik], Sebelumnya biasa,” kata Alex saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Jumat (26/7).
Mekanismenya, kata Alex, KY haruslah menerima laporan atau aduan dari masyarakat terlebih Pada masa itu. Terlebih lagi, KY Bahkan memiliki hak inisiatif bila putusan hakim itu menimbulkan polemik di masyarakat.
“Komisi Yudisial memang memiliki kewenangan. Memang itu kewenangan mereka. Satu, kewenangan karena laporan, kedua karena mereka punya hak inisiatif,” ujar Alex.
Prosesnya pun panjang. KY Sangat dianjurkan lebih dulu mengirimkan surat pengantar kepada Ketua PN setempat, untuk memberitahukan Berniat ada pemeriksaan hakim-hakim tersebut.
“Nanti mereka (KY) Menyajikan surat pengantar kepada ketua kami bahwa Berniat melakukan pemeriksaan. Mereka Berniat memberitahukan. Lalu ketua kami Berniat menyampaikan kepada hakim-hakimnya,” katanya.
Berikutnya KY baru bisa melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap hakim yang dilaporkan. Di akhir mereka Berniat rapat untuk menentukan apakah hakim tersebut bersalah secara etik atau tidak.
“Dibuat sistem pemanggilan. Dipanggil dulu, diklarifikasi dulu. Nanti diklarifikasi, diperiksa. Lalu mereka Berniat menyimpulkan apakah memenuhi unsur pelanggaran etik, itu Bahkan biasa,” ucapnya.
Alex tahu kasus Ronald Tannur ini memang Tengah ramai jadi perhatian publik. Sekalipun ia meminta masyarakat untuk mengerti mekanisme persidangan.
“Namanya bersidang Bisa jadi menurut masyarakat ada yang tidak adil, itu lah prosesnya. Kita lihat prosesnya, tidak ujuk-ujuk,” tuturnya.
Meski bebasnya Ronald Tannur itu Tengah ramai jadi pembicaraan masyarakat karena dinilai tak adil, hakim-hakim di internal PN Surabaya sendiri menghindari pembahasan tersebut. Alex mengatakan, mereka terikat kode etik tak boleh mengomentari putusan sejawatnya.
“Ini kan kami terikat kode etik, hakim itu dilarang berkomentar terhadap putusan rekan sejawatnya. Apalagi polemik, kami membicarakan aja enggak boleh. Kalau Ahli silakan,” pungkasnya.
Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) bakal melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim Lembaga Peradilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur (31) selaku terdakwa kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian seseorang.
Keputusan tersebut diambil KY lantaran putusan Lembaga Peradilan tingkat pertama tersebut menimbulkan polemik dan mencederai rasa keadilan.
“Komisi Yudisial memahami Manakala Pada Kesimpulannya timbul gejolak karena dinilai mencederai keadilan. Sekalipun, karena tidak ada laporan ke KY sedangkan putusan ini menimbulkan perhatian publik, maka KY menggunakan hak inisiatifnya untuk melakukan pemeriksaan pada kasus tersebut,” ujar Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata melalui keterangan tertulis, Kamis (25/7).
Mukti menyadari KY tidak bisa menilai benar atau salah produk putusan Lembaga Peradilan, Sekalipun sangat memungkinkan untuk menurunkan tim investigasi. Hal itu guna mendalami apakah ada pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim atau tidak.
“KY Bahkan mempersilakan kepada publik untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim Bila ada bukti-bukti pendukung Supaya bisa kasus tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai prosedur berlaku,” ucap Mukti.
Sebelumnya, Majelis hakim PN Surabaya menyatakan kematian Dini Sera Afriyanti (29) disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur. Atas alasan itu, hakim menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
“Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya, tetapi karena ada penyakit lain disebabkan minum minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini,” ujar Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik dalam sidang putusan, Rabu (24/7).
Ronald Tannur dibebaskan dari dakwaan jaksa mengenai pembunuhan. Menurut hakim, Ronald Tannur masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat kritis. Hal itu dibuktikan dengan sikap terdakwa yang sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Vonis tersebut menimbulkan tanda tanya dan Perdebatan di tengah masyarakat. Padahal sebelumnya, jaksa menuntut hukuman 12 tahun penjara dan membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp263,6 juta subsider 6 bulan kurungan.
(frd/isn)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA