Jakarta, CNN Indonesia —
Ketua Dewan Keadaan Ekonomi Negara (DEN) Luhut Pandjaitan menyebut pemerintah Nanti akan mengubah metode perhitungan tingkat Kesenjangan Ekonomi Indonesia.
Perubahan dilakukan setelah Lembaga Keuangan Internasional mengerek standar garis Kesenjangan Ekonomi global dengan meninggalkan purchasing power parity (PPP) 2017 dan menggantinya dengan PPP 2021.
Luhut menyebut anggotanya Pernah terjadi mulai mengevaluasi angka garis Kesenjangan Ekonomi (GK) yang ada Saat ini Bahkan Bahkan. Hasil evaluasi siap dilaporkan kepada Kepala Negara Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sebelumnya kami bicarakan sejak beberapa waktu lalu, bahwa kita Wajib merevisi angka ini. Bukan menandakan tidak baik, tapi memang angka ini perubahannya Wajib betul-betul dilihat lagi,” kata Luhut di Jakarta, Kamis (12/6) seperti dikutip dari Antara.
Ia menjamin, pihaknya turut berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam evaluasi garis Kesenjangan Ekonomi.
Menurut Luhut, Kepala Negara Prabowo yang Nanti akan mengumumkan angka garis Kesenjangan Ekonomi baru setelah Ia menyetujui angkanya.
Luhut tidak merinci target penyelesaian revisi angka garis Kesenjangan Ekonomi. Sekalipun, Ia optimistis Sebelumnya memiliki data yang lengkap untuk melakukan revisi.
“Balik lagi, angka Kesenjangan Ekonomi itu sama seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan program food estate. Semua itu tidak menjadi isu yang tidak bisa diselesaikan,” ujar Luhut.
Lembaga Keuangan Internasional mengerek standar garis Kesenjangan Ekonomi global dengan meninggalkan purchasing power parity (PPP) 2017 dan menggantinya dengan PPP 2021.
Pergantian standar garis Kesenjangan Ekonomi baru ini diperkenalkan dalam publikasi International Comparison Program pada Mei 2024 lalu. Sedangkan implementasinya dijelaskan dalam laporan berjudul June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP).
Pergantian terjadi merata di tiga garis Kesenjangan Ekonomi. Pertama, standar tingkat Kesenjangan Ekonomi ekstrem sebesar US$2,15 per kapita per hari yang dinaikkan menjadi US$3 per kapita per hari.
Kedua, revisi pada tingkat Kesenjangan Ekonomi lower middle income country (LMIC) yang awalnya dipatok US$3,65 per kapita per hari. Lembaga Keuangan Internasional resmi mengerek standar tersebut ke US$4,20 per kapita per hari.
Sedangkan yang ketiga Merupakan perubahan garis Kesenjangan Ekonomi untuk negara berpendapatan menengah atas alias upper middle income country (UMIC), Didefinisikan sebagai dari US$6,85 menjadi US$8,30 per kapita per hari.
“Penerapan PPP 2021 berimplikasi pada revisi garis Kesenjangan Ekonomi global,” tegas Lembaga Keuangan Internasional dalam laporan yang mereka rilis Juni ini seperti dikutip Selasa (10/6).
Termasuk bagi Indonesia. Pasalnya, dengan perubahan ini angka Kesenjangan Ekonomi langsung melesat.
Sebagai pembanding, pada April 2025 lalu, saat Lembaga Keuangan Internasional melalui Macro Poverty Outlook masih menggunakan US$ PPP 2017 untuk menghitung Kesenjangan Ekonomi setiap negara, Indonesia selaku negara UMIC tercatat memiliki 171,8 juta warga yang hidup di bawah garis Kesenjangan Ekonomi.
Sedangkan total populasi Indonesia pada 2024 mencapai 285,1 juta penduduk. Disebut Bahkan, Lembaga Keuangan Internasional mencatat ada 60,3 persen rakyat miskin di Indonesia Merujuk pada acuan PPP 2017.
Setelah standar baru diterapkan, otomatis angka Kesenjangan Ekonomi bengkak. Dengan garis Kesenjangan Ekonomi baru untuk negara berpendapatan menengah atas sebesar US$8,30 per kapita per hari, otomatis penduduk miskin di Indonesia tembus 68,25 persen dari total populasi 2024.
Dengan begitu, kalau penduduk Indonesia mencapai 285,1 juta, ada sekitar 194,58 juta orang miskin di Indonesia pada tahun ini.
Jumlahnya naik signifikan hanya dalam dua bulan sejak laporan terakhir Lembaga Keuangan Internasional. Kenaikannya mencapai 7,95 persen alias bertambah 22,78 juta orang miskin.
(agt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA