Jakarta, CNN Indonesia —
Pejabat senior Hamas dan Fatah Berencana bertemu di China pekan depan untuk merundingkan upaya rekonsiliasi saat agresi brutal Israel di Jalur Gaza, Palestina belum terlihat Berencana berakhir.
Anggota Komite Sentral Fatah, Azzam Al Ahmad, mengatakan Menteri Luar Negeri China Wang Yi Berencana bertemu kedua kelompok itu pada 23 Juli.
Nantinya, Wang Yi Bahkan Berencana berbicara sendiri-sendiri dengan mereka di sela pertemuan.
“Kami Setiap Saat optimis, tetapi kami menyampaikan dengan hati-hati,” kata Ahmad, dikutip New York Times, Senin (15/7).
Ahmad Bahkan menyebut partai ini Berencana mengirim tiga perwakilan termasuk wakil ketua Mahmoud Aloul.
Sementara itu, pejabat senior Hamas, Mousa Abu Marzouk, mengatakan Ketua Biro Politik Ismail Haniyeh Berencana memimpin kelompok itu ke Beijing.
Pertemuan kedua faksi ini berlangsung saat agresi brutal Israel di Gaza masih berlangsung menginjak bulan ke-9. Selama operasi, mereka menyerang fasilitas Kesehatan Sampai saat ini kamp pengungsian.
Agresi Israel Bahkan menyebabkan lebih dari 38.000 orang meninggal, ratusan ribu rumah hancur, dan puluhan rumah sakit lumpuh.
Hamas sempat mengkritik pemerintahan Pemimpin Negara Palestina Mahmoud Abbas yang Bahkan pemimpin Fatah soal agresi itu. Mereka menuding Abbas berada di pihak Israel.
Abbas Bahkan mengkritik Hamas. Menurut Ia, kelompok ini memberi peluang Israel untuk menyerang warga sipil Palestina dengan menyusup di antara masyarakat.
Rencana pertemuan Hamas dan Fatah berlangsung saat pembahasan masa depan Gaza kian mendesak dan Perundingan gencatan senjata terus buntu.
Dua faksi Palestina ini sempat bertemu di China pada April. Saat itu, mereka membahas rekonsiliasi untuk mengakhiri 17 tahun perpecahan politik.
Faksi-faksi Palestina ini berselisih sejak sejak Hamas menang pemilihan legislatif pada 2006 dan mengambil alih Jalur Gaza satu tahun kemudian, dikutip Reuters.
Fatah sementara itu, menjadi tulang punggung Otoritas Palestina, pemerintahan yang diakui komunitas internasional.
Upaya damai yang dilakukan negara-negara Arab sejak 2007 untuk mengakhiri perselisihan pembagian kekuasaan sejauh ini gagal.
(isa/rds)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA