Bisnis  

Ekonom Tepis Aksi Massa Besar-besaran Ditunggangi Asing: Ini Masalah Perut


Jakarta, CNN Indonesia

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menampik tudingan beberapa pihak soal Aksi Massa besar-besaran beberapa waktu terakhir ditunggangi kepentingan asing.

Esther melihat rentetan aksi Aksi Massa yang meluas di berbagai daerah dipicu persoalan ekonomi dan sosial. Menurutnya, berbagai persoalan membuat masyarakat tertekan.

“Apakah memang benar karena ada campur tangan asing atau ada kelompok-kelompok yang tidak ingin Indonesia maju? Nah, ternyata di sini bukan itu. Ini masalah perut,” kata Esther pada diskusi publik dan pernyataan sikap ‘Indonesia di Persimpangan: Ketimpangan, Reformasi Fiskal, dan Masa Depan Ekonomi’ secara daring, Senin (1/9).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Esther menyebut kenaikan Retribusi Negara bumi dan bangunan (PBB), lemahnya perlindungan tenaga kerja, Sampai sekarang maraknya pemutusan hubungan kerja (Pemutusan Hubungan Kerja) menjadi pemicu utama keresahan publik. Ia Bahkan menyoroti ketimpangan penghasilan antara pekerja dan pejabat.



“Kalau kita lihat, jomplang banget. Upah minimum tenaga kerja rata-rata sekitar Rp5 juta, tapi di sisi lain anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini pendapatannya jauh lebih besar, Rp104 juta, ini yang resmi, berarti kan 20 kali lipatnya rata-rata,” ucapnya.

Esther menambahkan gejolak politik yang ditandai dengan maraknya aksi massa Pernah terjadi memberi tekanan nyata terhadap pasar keuangan. Kurs Mata Uang IDR langsung terdepresiasi terhadap Mata Uang Asing AS, sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bahkan ikut terkoreksi.

Menurutnya, berbagai riset menunjukkan kondisi politik memang kerap mempengaruhi pergerakan Kurs Mata Uang dan IHSG, serupa dengan dampak yang muncul ketika terjadi aksi teror. Ia mencontohkan Kurs Mata Uang IDR terhadap Mata Uang Asing AS terdepresiasi saat Kepala Negara Soeharto lengser pada 1998.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai kerusuhan yang mewarnai aksi Aksi Massa tidak bisa dilepaskan dari akumulasi kekecewaan masyarakat. Ia menyoroti kelompok menengah bawah yang selama ini menghadapi tekanan ekonomi.

Menurutnya, persoalan penghidupan, kesejahteraan, dan keadilan yang tak kunjung teratasi menjadi pemicu utama keresahan publik. Ia menyebut kondisi ini ibarat api dalam sekam yang mudah tersulut Bila ada tindakan provokatif atau motif politik yang menungganginya.

“Kami sangat memahami bahwa aksi Aksi Massa yang berbuntut kekacauan dan penjarahan Pada Saat ini Bahkan merupakan akumulasi kekecewaan, kemarahan, dan frustrasi kelompok masyarakat, khususnya kalangan menengah bawah,” ujar Faisal.

Faisal menjabarkan Sebanyaknya data yang menunjukkan rapuhnya kondisi sosial-ekonomi. BPS mencatat penduduk miskin mencapai 24 juta orang per Maret 2025, sedangkan lebih dari 100 juta warga lain hidup di sekitar garis Kesenjangan Ekonomi dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp1 juta per bulan.

Sementara itu tingkat pekerja informal masih mendekati 60 persen. Jumlah pemutusan hubungan kerja (Pemutusan Hubungan Kerja), merujuk Kementerian Ketenagakerjaan, Pernah terjadi mencapai 43.500 orang, naik 150 persen dibandingkan tahun lalu.

Pada saat Pada waktu yang sama, pertumbuhan upah riil buruh hanya naik 1,9 persen per Februari 2025 secara tahunan, bahkan minus 4,8 persen Bila dibandingkan Agustus 2024. Ketimpangan tabungan pun kian lebar, 99 persen nasabah perbankan hanya menyimpan rata-rata Rp1,1 juta, sedangkan saldo rekening di atas Rp2 miliar justru meningkat.

Gelombang aksi Penolakan bermula dari isu gaji dan tunjangan Istimewa anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, ditambah solidaritas atas meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta, Kamis (28/8).

Kepala Negara Prabowo Subianto merespons gelombang aksi unjuk rasa dengan menjanjikan evaluasi terhadap tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Prabowo Bahkan berjanji pemerintah dan legislatif membuka pintu komunikasi bagi masyarakat yang Ingin menyampaikan aspirasi.

Meski demikian, ia Bahkan memerintahkan aparat penegak hukum menindak pelanggaran hukum secara tegas. Prabowo Bahkan menyinggung pihak yang Ingin menunggangi penyampaian aspirasi.

“Kita waspada terhadap campur tangan kelompok-kelompok yang tidak ingin Indonesia sejahtera, Indonesia bangkit. Kita perbaiki kekurangan yang ada di pemerintahan dan di negara kita,” kata Prabowo dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (31/9).

(del/dhf)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA