Jakarta, CNN Indonesia —
Bencana Banjir yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, Sampai saat ini Tangerang melahirkan beragam diskursus soal Dalang utama bencana hidrometeorologi itu terjadi. Salah satunya, penggunaan ruang dan lahan yang melanggar aturan.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi menyoroti maraknya alih fungsi lahan di Puncak, Bogor, menjadi salah satu Dalang Bencana Banjir Berkelas di Jabodetabek. Menurutnya, lahan terbuka hijau yang Di waktu ini menjadi beton perumahan Sampai saat ini tempat rekreasi membuat Bencana Banjir makin parah.
Ia salah satunya menyoroti tempat rekreasi Hibisc di Puncak, Bogor, yang dikelola oleh PT Jaswita yang merupakan BUMD Jabar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan pembangunan Hibisc tidak sesuai dengan pengajuan izin yang diajukan. Awalnya, PT Jaswita hanya mengajukan 4.800 meter persegi pemanfaatan lahan, tapi mengembangannya Sampai saat ini 15.000 meter persegi.
Tak hanya itu, pembangunan Eiger Adventure Land di Puncak Bahkan menjadi sorotan karena melanggar perizinan lingkungan dan berkontribusi terhadap Bencana Banjir di hilir Sungai Ciliwung.
Di waktu ini, kedua tempat rekreasi tersebut Sebelumnya disegel oleh pemerintah dan diperintahkan untuk dibongkar sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Ditambah lagi, 33 Tempat pembangunan di kawasan Puncak Bahkan Berniat disegel karena melanggar tata ruang dan melakukan alih fungsi lahan di luar peruntukan aslinya.
Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup Rizal Irawan mengatakan pelanggaran ini terungkap setelah verifikasi lapangan terhadap lahan milik PT Perkebunan (PTP). Dari hasil verifikasi, ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen izin lingkungan dan kondisi di lapangan.
“Hasil verifikasi menunjukkan bahwa ada 33 tenant dari 18 KSO (Kerja Sama Operasional) yang tidak sesuai dengan dokumen lingkungan. Awalnya luas area tercatat hanya 16 hektare, tetapi fakta di lapangan mencapai 35 hektare. Ini jelas merupakan pelanggaran,” ujar Rizal kepada wartawan, Kamis (6/3).
Sulit dijerat, tapi tak mustahil
Ahli Hukum Lingkungan UGM Totok Dwi Diantoro menjelaskan alih fungsi lahan yang dilakukan pejabat secara ilegal dapat dijerat Hukuman hukum.
Totok menjelaskan Undang-Undang itu tertuang dalam Perundang-Undangan Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang Di waktu ini diubah dengan Perundang-Undangan Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Bagi pejabat yang mengeluarkan izin pada wilayah yang secara Tempat ekologis tidak sesuai dengan tata ruang yang Sebelumnya ditetapkan maka Ia bisa Bahkan diproses atau kemudian dituntut secara hukum,” kata Totok kepada CNNIndonesia.com, Jumat (7/3).
Tidak seperti, Totok menuturkan ancaman pidana untuk penerbit izin ilegal itu tak terlalu signifikan. Ia mengatakan hukuman pidana untuk penerbitan izin ilegal yang tak sesuai peruntukkan lingkungan lebih kecil dibanding kejahatan lingkungan lainnya.
“Ancamannya memang tidak se-ekstrem sebagaimana ancaman untuk pidana yang lain ya dalam kasus kejahatan lingkungan ya. Kalau saya bilang maksimal sekitar 3 tahun,” tutur Ia.
Lebih lanjut, Totok menjelaskan pejabat tinggi sulit untuk diseret ke jalur hukum terkait masalah penerbitan izin pembangunan yang tak sesuai fungsi. Hal itu terjadi lantaran penerbitan izin pembangunan Sebelumnya didelegasikan kepada petugas-petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Untuk pemberian izin seperti ini, level izin lingkungan, kemudian level izin yang berkaitan dengan pemeriksaan dokumen amdal. Itu di Dinas Lingkungan Hidup,” ujar Totok.
“Hukum Dinas Lingkungan Hidup Di waktu ini Bahkan secara administratif, penandatangan Bahkan kemudian Sebelumnya dilimpahkan kepada PTSP (pelayanan terpadu satu pintu),” sambungnya.
Tidak seperti, Totok mengatakan menyeret pejabat tinggi dalam kasus ini bukan mustahil. Ia menyatakan hal dapat dilakukan Bila ada indikasi dugaan tindak pidana Penyuapan dalam proses penerbitan izin lingkungan dan bangunan.
“Beda persoalan misalnya kalau kemudian ada unsur tipikornya ya. Unsur tipikor dan kemudian dari sisi unsur tipikor itu kemudian bisa dilacak bahwa kemenangan pemberian izin oleh level kepala dinas misalnya,” ujar Totok.
“Nah, itu kuat dugaan misalnya ada pengaruh dari level pemerintahan di atasnya. Apakah itu bupati, apakah itu gubernur gitu ya,” tambahnya.
Totok menilai dugaan Penyuapan itu relevan Bila dikaitkan dengan maraknya bangunan ilegal di Puncak, Bogor, karena luasan bangunan illegal mencapai puluhan ribu meter persegi.
Ia pun mendorong aparat penegak hukum terkait untuk turut tangan menyelidiki dugaan Penyuapan dibalik pemberian izin ilegal tersebut.
“Patut Bahkan diselidiki oleh KPK gitu atau oleh kejaksaan. Iya, betul-betul bisa,” tutur Ia.
Totok Bahkan menegaskan bangunan yang Sebelumnya dibangun Sesuai aturan izin ilegal itu bisa dibongkar pemerintah.
“Prinsipnya sesuai dengan kaidah hukum administrasi negara, izin itu bisa ditinjau Serta kemudian dievaluasi serta ditarik kembali oleh pejabat yang Menyajikan izin. Itu memungkinkan Pada dasarnya,” katanya.
Senada, Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur WALHI Dwi Sawung menegaskan pejabat pemberi izin pembangunan illegal bisa diseret ke jalur hukum.
Sawung menjelaskan Sebelumnya ada preseden Perkara sebelumnya yang menyeret pejabat akibat penerbitan izin bangunan ilegal yang tak sesuai peruntukkan. Salah satunya, Mantan Wali Yogyakarta yang divonis 7 tahun penjara terkait suap penerbitan IMB apartemen dan hotel.
“Ini bisa beberapa pejabat yang mengeluarkan izin tidak sesuai pernah dihukum pidana, Meskipun demikian demikian izinnya belum Tidak mungkin tidak dicabut,” jelas Sawung.
Berniat tetapi, Sawung menjelaskan penyelidikan pejabat penerbit izin bangunan illegal yang bermasalah untuk lingkungan ini kerap menemui kendala. Padahal, landasan hukum untuk menyelidiki hal tersebut Sebelumnya kuat dan diatur dalam undang-undang.
“Pada praktiknya sangat sulit dilakukan karena penyidiknya enggak Berniat berani,” ujar Ia.
Di sisi lain, Sawung menilai ada celah hukum yang dimanfaatkan dibalik maraknya bangunan ilegal yang turut berdampak kepada lingkungan. Celah hukum itu, kata Ia, berada dalam ranah pencabutan izin bangunan yang sangat sulit untuk dilakukan karena memakan waktu yang lama.
“Yang membuat leluasa (marak bangunan ilegal) Merupakan kalau punya izin sangat sulit mencabut izinnya, kalau lewat Lembaga Peradilan, digugat, Sangat dianjurkan waktu yang lama 2-3 tahun untuk dicabut izinnya. dan membongkarnya lagi Sangat dianjurkan biaya yang besar apalagi kalo bangunnya secara struktur kompleks,” katanya.
(mab/tsa)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA