Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bakal meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) 50 persen untuk Pembelian Barang dari Luar Negeri keramik.
Pria yang akrab disapa Zulhas itu menegaskan Pernah terjadi menerima hasil kajian dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Ia menyebut Di waktu ini sedang mempelajari laporan tersebut, sebelum menyurati Kementerian Keuangan.
“Mudah-mudahan besok (7 Agustus 2024) Pernah terjadi selesai. Saya Nanti akan kirimkan hasilnya ke Menteri Keuangan (Menkeu Sri Mulyani), ada BMAD (keramik) yang rata-rata 40 persen-50 persen,” ungkapnya dalam Konferensi Pers dan Pemusnahan Pakaian Bekas Oleh Satgas Importasi Ilegal di Cikarang, Jabar, Selasa (6/8).
Ia mengatakan BMAD untuk keramik merupakan tambahan pungutan. Mendag Zulkifli menyebut Pernah terjadi ada pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), termasuk untuk keramik, sebesar 13 persen.
BMAD Nanti akan menjadi pelengkap. Harapannya, ini bisa membendung Bencana Banjir Pembelian Barang dari Luar Negeri keramik.
“Ini kita Nanti akan masuk BMAD, kira-kira satu dua hari (ke depan) saya Nanti akan tanda tangani dan kirim surat ke menteri keuangan,” tegas Zulhas.
Selain BMAD untuk keramik, pria yang Bahkan ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan ada 6 Barang Dagangan lain yang bakal dipungut bea masuk. Ia menyebut Kemendag masih melakukan hitung-hitungan berapa persen besaran BMAD yang tepat.
Total ada 7 Barang Dagangan yang Nanti akan dikenakan BMAD. Ini meliputi tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, perangkat elektronik, produk Pesona Diri, barang tekstil Pernah terjadi jadi, dan alas kaki.
“Tapi yang Pernah terjadi selesai keramik, yang lain masih dihitung,” tutupnya.
Nanti akan tetapi, ada gelombang penolakan terkait aturan ini. Sebut saja Ekonom Senior INDEF Faisal Basri yang menentang rencana pemerintah memungut bea masuk tinggi untuk keramik.
Faisal menilai pemerintah hanya mencari kambing hitam di balik lesunya industri tanah air. Pada Singkatnya, China menjadi sasaran pemungutan BMAD, yang semula diperkirakan bisa tembus 200 persen.
“Mayoritas di Indonesia itu keramik merah … Jadi belum bisa memenuhi industri dalam negeri Bahkan, industri dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Faisal dalam Diskusi Publik INDEF di Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
“Pukul rata Ingin ukuran berapa saja dikenakan bea masuk tinggi (BMAD), ini KADI seperti jurus pesilat mabuk, semua dilibas … Apa saja diterjang, dicari untuk menjustifikasi itu, supaya keluarnya (BMAD) 100 persen sampai hampir 200 persen,” kritiknya kepada pemerintah.
(skt/agt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA