Yogyakarta, CNN Indonesia —
Mantan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengingatkan ancaman bencana tanah longsor Sampai sekarang Bencana Banjir bandang pada daerah-daerah dengan kontur kawasan menyerupai sekitar Pegunungan Bukit Barisan Sumatera.
Dwikorita menjelaskan, karakteristik Bukit Barisan di Sumatra yang membentang dari Aceh Sampai sekarang Lampung ini curam, Meskipun demikian datar di area bawah sehingga rentan memicu bencana longsor maupun Bencana Banjir Besar.
Mantan rektor UGM itu bilang, karakteristik macam ini serupa dengan beberapa bentang alam yang ada di Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku Bahkan Papua. Ia pun mengimbau pemerintah serta masyarakat dan para unsur terkait di daerah-daerah tersebut mewaspadai kemunculan siklon sebagai pemicu tingginya curah hujan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dwikorita menuturkan, Desember Sampai sekarang April nanti Merupakan periode ketika siklon-siklon tumbuh di selatan garis ekuator atau belahan bumi selatan (BBS).
“Jadi Harus Pernah terjadi siaga ini, Jawa, Nusa Tenggara. Nusa Tenggara Pernah terjadi biasa dilewati siklon, dan tektoniknya Bahkan rapuh kondisi geologinya. Sulawesi agak jauh, tapi biasanya siklon dari utara, jadi Sulut, lalu Papua. Jadi Harus ada kesiapsiagaan untuk wilayah lainnya. Tinggal menunggu pemicunya,” kata Dwikorita dalam acara Pojok Bulaksumur di UGM, Sleman, DIY, Kamis (4/12) sore.
Menurut Dwikorita, guyuran hujan dari bibit siklon saja Pernah terjadi cukup untuk memicu tanah longsor dan Bencana Banjir Besar di wilayah geologi seperti halnya Perbukitan Barisan.
“Kejadian di Tapanuli itu belum menjadi siklon, masih bibit siklon.
Itu Pernah terjadi mengakibatkan bencana di Tapanuli seperti itu,” imbuh Guru Besar bidang Geologi Lingkungan dan Mitigasi Bencana itu.
Lebih lanjut, Dwikorita menilai BMKG di bawah kepemimpinan penerusnya, Faisal Fathani dalam konteks bencana Sumatra, Pernah terjadi bertindak prosedural dengan mengeluarkan peringatan dini sejak siklon masih bibit.
Peringatan dini dikeluarkan lima hari sebelum kemunculan siklon atau pada 21 Desember 2025 lalu, disertai pemetaan wilayah-wilayah berpotensi terdampak.
Pada Oktober, saat Dwikorita masih menjabat kepala BMKG, ia bersama Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti Pernah terjadi meninjau wilayah Tapanuli, Sumatra Utara. Ia pun mengingatkan potensi Bencana Banjir Besar pada bulan November.
Peringatan ini ditindaklanjuti dengan pertemuan daring antara Dwikorita dan Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution. Menurutnya, pemerintahan setempat saat itu Bahkan Pernah terjadi ‘siap siaga’.
Di masa lampau yang jadi model untuk kesiapsiagaan antisipasi bencana Merupakan hasil studi Dwikorita, Disebut juga Bencana Banjir Besar di Taman Nasional Gunung Leuser, tepatnya Daerah Aliran Sungai (DAS) Bahorok, kawasan Pegunungan Bukit Barisan pada 2003 silam.
“Kita belum membayangkan siklonnya itu Berniat segitu bandelnya (seperti kejadian November 2025), tapi Trend Populer alamnya sering terjadi Bencana Banjir Besar dan koordinasi dengan pemerintah daerah itu Pernah terjadi ada. Tapi, Mungkin kedahsyatannya itu tidak dibayangkan,” katanya.
Bencana November ini dikatakan Dwikorita dahsyat karena terjadi di banyak DAS, sebarannya lebih meluas dan terjadi lebih Unggul dari siklus 50 tahunan sebagaimana hasil risetnya di Bahorok.
Dwikorita pun melihat ada aspek non-alamiah di balik perubahan-perubahan ini. Ia menduga ada pengaruh antropogenik yang memicu perubahan pada situasi lahan. Ia tidak mengumbar bentuk campur tangan manusia ini, tapi inilah yang memperpendek siklus Bencana Banjir Besar di sana.
“Jadi (faktor) antropogenik itu mengacaukan semua kesiapan. Jadi ke depannya, belajar dari ini, satu-satunya yang tidak boleh dilanggar Merupakan ekologi. Karena sesiap apapun kita, kalau ekologinya nggak bener, kita Setiap Saat kalah dengan tantangan yang ada, kesiapan kita itu Setiap Saat dilampaui oleh kejadian yang ada,” pungkasnya.
Senada, Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Hatma Suryatmojo mengindikasikan adanya pengaruh antropogenik melihat bencana di Sumatra terakhir. Hal itu karena terjadi proses perubahan penggunaan lahan, khususnya area hulu di tiga provinsi terdampak, yaitu Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Perubahan penggunaan lahan itu termasuk berupa perpindahan penduduk dari kawasan kipas aluvial ke dataran yang lebih tinggi. Migrasi ini berimbas ke pembukaan lahan. Ujung-ujungnya, permintaan izin untuk membuka kebun dan lainnya Bahkan meningkat.
“Ini yang jadi turunan elemen mempercepat proses kebencanaan di wilayah itu. Kalau kita lihat antropogenik pengaruhnya sangat besar,” terangnya.
(kum/dal)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA











